Kelas Bu Novi

Kelas Bu Novi
Kelas Bu Novi

Sejarah penulisan, ruang lingkup dan intisari Tripitaka (1)


 Kitab suci agama Buddha

Kitab Suci Agama Buddha adalah Tipitaka/Tripitaka. Tipitaka berasal dari bahasa Pali, sedangkan Tri pitaka berasal dari bahasa Sansekerta.Tipitaka terdiri atas tiga kelompok, yaitu:

1.    Vinaya Pitaka yang berisikan peraturan/tata-tertib bagi para Bhikkhu/Bhikkhuni.

Vinaya  Bhikkhu berjumlah 227 pasal, Bhikkhuni 311 pasal, Vinaya Bhikshu 250, vinaya bhiksuni ada 348 pasal

2.    Sutta Pitaka yang berisikan khotbah-khotbah dan tanya jawab Buddha dengan para siswanya.

Dalam Sutta Pitaka, tidak semua khotbah diberikan oleh Buddha sendiri, tetapi juga merupakan khotbah dari beberapa siswanya.

3.                  Abhidharma Pitaka berisi  ajaran  tentang  metafisika  dan  ilmu  kejiwan. 

Abidhamma  Pitaka  berisi uraian filsafat Buddha Dhamma yang disusun secara analitis dan mencakup berbagai bidang, seperti: ilmu  jiwa,  logika,  etika  dan  metafisika.

Sejarah penulisan Kitab Suci Tri Pitaka (sanghayana I – sanghayana III)

Dalam rangka menghimpun ajaran Buddha Gotama yang akhirnya dibukukan menjadi Kitab Suci Tirpitaka dengan mengadakan Sidang Agung Sangha yang dikenal dengan nama Sanghayana.

Sanghayana Pertama

Sidang Agung I diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei) dan berlangsung selama 2 bulan. Sidang ini dipimpin oleh YA. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu yang semuanya Arahat. Sidang diadakan di Goa Satapani di kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu.

Tujuan dari sidang pertama ini adalah untuk menghimpun ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang Dhamma.

Kesimpulan dari sidang pertama ini adalah Sangha tidak akan menetapkan hal-hal mana yang perlu dihapus dan hal-hal mana yang harus dilaksanakan, juga tidak akan menambah apa-apa yang telah ada. Mengadili Y.A. Ananda. Mengucilkan Chana. Agama Buddha masih utuh.

Sanghayana Kedua

Lebih kurang 100 tahun setelah Sanghayana Pertama, diselenggarakan Sanghayana kedua di Veluvanarama, Vesali yang dipimpin oleh Y.A Yasa Thera dan dihadiri 700 Bhikkhu Arahat dan selesai dalam waktu delapan bulan. Tujuannya adalah untuk membahas tuntutan golongan Mahasangika untuk mengubah Vinaya yang dianggap terlalu keras. Walaupun Buddha Gotama mengizinkan Sangha untuk mengubah Vinaya kecil, namun beliau juga bersabda: “Jika Vinaya tidak dikurangi dan ditambah maka Sangha akan hidup rukun dan tidak akan terpecah”. Tetapi, sekelompok Bhikkhu dari Vesali telah mengubah beberapa peraturan yang dipandang sebagai peraturan kecil.

Di dalam Cullavagga menyebutkan bahwa Y.A. Yasa Thera ketika berada di Vesali mengetahui para Bhikkhu dari Vajji memiliki kebiasaan melakukan 10 peraturan kecil(Dasavatthuni) yang jelas menyimpang dari Vinaya. Setelah komisi yang terdiri atas delapan Thera tersebut mengucapkan ulang Vinaya, mereka menyatakan bahwa 10 butir Vinaya yang dilakukan para Bhikkhu dari Vesali merupakan penyimpangan. Sidang paripurna Sanghayana Kedua menyatakan bahwa Bhikkhu-Bhikkhu dari Vesali yang melaksanakan 10 butir Vinaya tersebut telah menyimpang dari Vinaya yang telah digariskan Buddha Gotama. Pada akhir Sanghayana Kedua ini, para peserta yang terdiri atas 700 Bhikkhu bersama-sama membaca ulang Dharma dan Vinaya.

Pada Sanghayana Kedua sekelompok Bhikkhu di bawah pimpinan Bhikkhu Mahadeva menggugat otoritas para Arahat tersebut. Sekelompok Bhikkhu tersebut berpendapat bahwa dalam menentukan Dharma dan Vinaya tidak dibedakan antara Arahat dan bukan Arahat. Kelompok Bhikkhu yang menggugat otoritas para Arahat jumlahnya cukup banyak akhirnya memisahkan diri dan mengadakan Sanghayanasendiri. Kelompok ini menamakan diri dengan sebutan kelompok besar (Mahasanghika). Sedangkan kelompok yang menganggap bahwa para Arahatlah yang memiliki otoritas untuk menentukan Dharma dan Vinaya menyebut dirinya sebagai Staviravada (Sansekkerta) atau Theravada (Pali). Pada perkembangan selanjutnya, dua kelompok ini masing-masing terpecah lagi menjadi sekte-sekte.

Sanghayana ketiga

Sanghayana Ketiga diselenggarakan di Asokarama, Pataliputta lebih kurang 228 tahun setelah Sanghayana Pertama. Sanghayana ketiga ini dipimpin oleh Y.A. Tissa Moggaliputta Thera yang dihadiri 1000 Bhikkhu senior terpelajar dan ahli. Sanghayana Ketiga ini bertujuan menertibkan beberapa perbedaan pendapat dalam Sangha serta memeriksa dan menyempurnakan kembali Kitab Suci berbahasa Pali. Ajaran Abhidhammadiulang secara terinci dan terpisah dengan Sutta.

Dharma dan Vinaya diucapkan ulang oleh 1000 Arahat dibawah pimpinan Y.A. Tissa Moggaliputta Thera. Kelompok Theravada akhirnya pecah menjadi Theravada dan Sarvastivada. Mazhab Mahasangika memisahkan diri ke Kashmir kemudian berkembang ke India Utara di bawah perlindungan Raja Kaniska. Moggalana Tissa menyusun kitab Kathavatthu yang merupakan bagian dari Kitab Abhidhamma. Inti pembicaraannya adalah menyangkal lima butir gugatan Bhikkhu Mahadeva terhadap para Arahat pada Sanghayana Kedua di Vesali berkenaan dengan perbedaan-perbedaan paham antar sekte agama Buddha.

Pada Sanghayana Ketiga yang memakan waktu sembilan bulan itu telah berhasil menghimpun seluruh ajaran Buddha Gotama yang tersusun dalam Kitab Suci Tipitaka terdiri atas Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, dan Abhidhamma Pitaka. Segera setelah berakhirnya Sanghayana Ketiga ini, Maharaja Asoka Wardhana mengirim Dharmaduta ke segala penjuru untuk menyebarkan Dharma. Di antaranya adalah Arahat Mahinda Thera yang merupakan putra Raja Asoka sendiri, membawa Kitab Suci Tipitaka dan Kitab Tipitaka Atthakatha ke Sri Lanka




Post a Comment

0 Comments